tag:blogger.com,1999:blog-43060051175344104652024-03-08T09:33:30.616-08:00gudang karya ilmiahUnknownnoreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-63225773846732555702023-02-18T02:17:00.004-08:002023-02-18T02:21:31.103-08:00ILMU GRAMATIKAL<p style="text-align: center;"><span style="background-color: white; font-family: arial;"> ILMU GRAMATIKAL</span></p><p style="text-align: left;"><span style="background-color: white; font-family: arial; font-size: 16px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></p><p style="text-align: left;"><span style="background-color: white; font-family: arial; font-size: 16px; white-space: pre-wrap;">Ilmu gramatikal atau ilmu tata bahasa adalah studi tentang aturan dan struktur bahasa. Ilmu gramatikal mencakup semua aspek bahasa, termasuk fonologi (sistem bunyi), morfologi (struktur kata), sintaksis (struktur kalimat), semantik (makna kata dan kalimat), dan pragmatik (penggunaan bahasa dalam konteks sosial).</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Fonologi adalah studi tentang suara dalam bahasa dan cara mereka digunakan untuk membentuk kata. Suara-sound bahasa dapat dibedakan oleh beberapa parameter seperti durasi, frekuensi, intensitas, dan kualitas. Morfologi adalah studi tentang bagaimana kata-kata dibentuk dengan mengkombinasikan suku kata. Suku kata itu sendiri dapat menjadi kata yang memiliki makna sendiri atau hanya bentuk yang berfungsi sebagai imbuhan.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Sintaksis adalah studi tentang cara kata-kata disusun dalam kalimat. Dalam bahasa Inggris, susunan kata yang paling umum adalah subjek-predikat-objek (SVO). Namun, bahasa lain seperti bahasa Jerman memiliki susunan kata yang berbeda. Bahasa juga memiliki perbedaan dalam penggunaan kata dan kalimat tergantung pada konteksnya, yang dipelajari dalam ilmu pragmatik.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Semantik adalah studi tentang makna kata dan kalimat. Kata dapat memiliki makna konotatif atau denotatif, yang mempengaruhi bagaimana mereka digunakan dalam kalimat. Ada juga banyak aspek semantik lain dalam bahasa seperti sinonim, antonim, dan homonim.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Ilmu gramatikal sangat penting dalam mempelajari bahasa. Memahami struktur dan aturan bahasa memungkinkan kita untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain dan berkomunikasi dengan lebih efektif. Selain itu, ilmu gramatikal juga memungkinkan kita untuk mempelajari bahasa secara sistematis dan membuat kamus, tata bahasa, dan buku-buku teks yang membantu orang belajar bahasa baru.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Dalam dunia digital saat ini, ilmu gramatikal juga sangat penting untuk mesin pencari dan algoritma pemrosesan bahasa alami (NLP). Mesin pencari mengandalkan pemahaman sintaksis dan semantik untuk memberikan hasil pencarian yang relevan, sementara NLP menggunakan ilmu gramatikal untuk memahami bahasa manusia dan melakukan tugas seperti menerjemahkan dan memahami ucapan.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Dalam kesimpulan, ilmu gramatikal adalah studi yang penting dalam memahami bahasa dan membuatnya efektif dalam berkomunikasi. Ilmu gramatikal mencakup semua aspek bahasa dan memungkinkan kita untuk memahami cara kata-kata dan kalimat disusun dalam bahasa. Oleh karena itu, belajar ilmu gramatikal sangat penting bagi siapa saja yang ingin mempelajari bahasa baru atau memahami bahasa secara lebih baik.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;"><br /></span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 0px 0px 1.25em; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Selain itu, ilmu gramatikal juga dapat membantu kita memperluas kosakata kita dan membuat kita lebih percaya diri dalam berbicara dan menulis. Dengan memahami struktur dan aturan bahasa, kita dapat memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kalimat yang jelas dan efektif.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Di era digital saat ini, ilmu gramatikal juga sangat penting dalam komunikasi online. Terkadang, kesalahan tata bahasa atau ejaan yang salah dapat mengubah makna pesan atau membuat pesan sulit dipahami. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang ilmu gramatikal sangat penting dalam komunikasi digital yang efektif.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Namun, ilmu gramatikal juga memiliki kelemahan dan keterbatasan. Setiap bahasa memiliki aturan tata bahasa yang berbeda-beda dan tidak semua aturan dapat diterapkan secara kaku. Misalnya, dalam bahasa Inggris, aturan penggunaan kata benda dapat sangat berbeda dengan bahasa lain seperti bahasa Jerman atau bahasa Jepang.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Selain itu, bahasa juga sering berubah dan berkembang seiring waktu dan pengaruh budaya. Aturan tata bahasa yang digunakan dalam bahasa Inggris sekarang dapat berbeda dengan aturan yang digunakan pada waktu yang berbeda atau dalam budaya yang berbeda.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Karena itu, ilmu gramatikal harus diperbarui secara terus-menerus dan dilengkapi dengan pengetahuan tentang konteks sosial dan budaya di mana bahasa digunakan. Dalam mempelajari bahasa, penting untuk mempelajari aturan tata bahasa dengan cermat, tetapi juga penting untuk memahami perubahan dan variasi yang terjadi dalam penggunaan bahasa.</span></p><p style="--tw-border-spacing-x: 0; --tw-border-spacing-y: 0; --tw-ring-color: rgba(59,130,246,0.5); --tw-ring-offset-color: #fff; --tw-ring-offset-shadow: 0 0 transparent; --tw-ring-offset-width: 0px; --tw-ring-shadow: 0 0 transparent; --tw-rotate: 0; --tw-scale-x: 1; --tw-scale-y: 1; --tw-scroll-snap-strictness: proximity; --tw-shadow-colored: 0 0 transparent; --tw-shadow: 0 0 transparent; --tw-skew-x: 0; --tw-skew-y: 0; --tw-translate-x: 0; --tw-translate-y: 0; border: 0px solid rgb(217, 217, 227); box-sizing: border-box; font-size: 16px; margin: 1.25em 0px 0px; white-space: pre-wrap;"><span style="background-color: white; font-family: arial;">Dalam kesimpulannya, ilmu gramatikal adalah studi yang penting dalam mempelajari bahasa dan berkomunikasi secara efektif. Ilmu gramatikal mencakup semua aspek bahasa, termasuk fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Pemahaman yang baik tentang ilmu gramatikal memungkinkan kita untuk memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kalimat yang jelas dan efektif dalam komunikasi. Oleh karena itu, ilmu gramatikal merupakan dasar penting dalam pembelajaran bahasa dan komunikasi efektif.</span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-55633689367936690552009-11-24T17:36:00.000-08:002009-11-24T17:36:56.864-08:00Makalah : ILMU DAN BAHASA<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/pendahuluan.html"><b>BAB I PENDAHULUAN</b></a><br />
<b><br />
<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/ilmu-pengertian-ilmu.html">BAB II PEMBAHASAN</a><br />
<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/pendahuluan.html">A. ILMU</a><br />
</b><br />
<ul><li><b> <a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/ilmu-pengertian-ilmu.html">Pengertian Ilmu</a></b> </li>
<li><a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/ilmu-part1.html"><b>Dasar-Dasar Ilmu</b></a><br />
</li>
</ul><b> <a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/bahasa.html">B. BAHASA</a></b><br />
<b><br />
<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/ilmu-bahasa.html">C. ILMU BAHASA</a></b><br />
<b><br />
<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/bab-iii-penutup.html">BAB III PENUTUP</a><br />
<a href="http://gudangkaryailmiah.blogspot.com/2009/11/daftar-pustaka.html">DAFTAR PUSTAKA</a><br />
<br />
</b>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-22530020008433436282009-11-24T17:03:00.000-08:002009-11-24T17:03:23.144-08:00PENDAHULUAN<div style="text-align: center;"><b>BAB I PENDAHULUAN<br />
</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir". Berpikir (atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia (atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya, yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan "barangkali" keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh manusia? Bagaimana manusia berpengetahuan? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetahuan? Kemudian apakah yang ia ketahui itu benar? Dan apa yang menjadi tolak ukur kebenaran?<br />
</div><div style="text-align: justify;">Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan ideologi.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Atas dasar itu, manusia-paling tidak yang menganggap penting masalah-masalah di atas-perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu menerima, merekam, dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia menjadi objek.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Ilmu yang kita bangun harus, di samping mengakui keabsahan pengalaman indrawi, juga pengalaman-pengalaman manusia yang lebih personal seperti pengalaman-pengalaman mental, mistik, religius, intelektual dan spiritual. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna dan sekaligus makhluk yang diberikan akal, yang dengan akal tersebut membedakannya dengan makhluk – makhluk selainnya. Bahkan keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain karena manusia diberikan kemampuan berbahasa. Hal ini secara implisit dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ( 2 ) ayat : 31 <br />
</div><div style="text-align: justify;">”Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!".<br />
</div><div style="text-align: justify;">Kata nama - nama (Al – asma) di atas memberikan interpretasi bahwa dengan mengetahui berbagai nama, menjadikan manusia yang direferensikan oleh Adam – diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi khalifah di muka bumi dibandingkan dengan malaikat, sedangkan al-asma sendiri mengandung interpretasi berbagai macam bahasa. <br />
</div><br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB II PEMBAHASAN</b><br />
</div><b> A. ILMU<br />
B. BAHASA<br />
C. ILMU BAHASA<br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b> BAB III PENUTUP</b><br />
<b> DAFTAR PUSTAKA</b></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-64087717993139960922009-11-24T17:01:00.000-08:002009-11-24T17:01:07.938-08:00ILMU : Pengertian Ilmu<div style="text-align: center;"><b>BAB I PENDAHULUAN</b><br />
<b> BAB II PEMBAHASAN</b><br />
</div><b>A. ILMU<br />
1. Pengertian Ilmu</b><br />
Di dalam al-Qur′ān terdapat kata-kata tentang ilmu dalam berbagai bentuk (‘ilma, ‘ilmi, ‘ilmu, ‘ilman, ‘ilmihi, ‘ilmuha, ‘ilmuhum) terulang sebanyak 99 kali . Delapan bentuk ilmu tersebut di atas diartikan dengan: pengetahuan, ilmu, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan . Sedangkan kata ‘ilmu itu sendiri berasal dari bahasa Arab ‘alima = mengetahui, mengerti. Maknanya, seseorang dianggap mengerti karena sudah mengertahui obyek atau fakta lewat pendengaran, penglihatan dan hatinya.<br />
Kata ilmu dalam pengertian teknis operasional ialah kesadaran tentang realitas. Pengertian ini didapat dari makna-makna ayat yang ada di dalam al-Qur′ān. Orang yang memiliki kesadaran tentang realitas lewat pendengaran, penglihatan dan hati akan berfikir rasional dalam menggapai kebenaran. Dalam Quran surat Ali Imran ayat 36: <br />
”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.<br />
<br />
<b>2. Dasar-Dasar Ilmu<br />
B. BAHASA<br />
C. ILMU BAHASA<br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b> BAB III PENUTUP</b><br />
<b> DAFTAR PUSTAKA</b><br />
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-71397388668065312502009-11-24T16:54:00.000-08:002009-11-24T17:34:22.683-08:00ILMU (Dasar-Dasar Ilmu)<div style="text-align: center;"><b>BAB I PENDAHULUAN</b><br />
<b> BAB II PEMBAHASAN</b><br />
</div><b>A.ILMU</b><br />
<b>1. Pengertian Ilmu</b><br />
<br />
<b>2. Dasar-Dasar Ilmu</b><br />
Berbicara tentang dasar-dasar ilmu dalam perspektif filsafat – yang didalamnya membahas tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi – merupakan pembahasan yang panjang dan membutuhkan diskursus-diskursus yang intens, selain tentunya juga menyinggung tokoh-tokoh yang terlibat dalam pergumulan pemikiran yang telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.<br />
Secara garis besar, pembahasan tentang ontologi berkisar tentang sesuatu yang bersifat paling substansi dalam kacamata kefilsafatan, sehingga tak ayal bahwa ontologi sering dikatakan dengan sesuatu yang bersifat metafisis. Layaknya sebuah metodologi, maka epistemologi berkutat dalam lingkaran teori ilmu pengetahuan dan kebenaran-kebenaran yang dikandungnya. Adapun aksiologi adalah inti dari pembahasan ontologi dan epistemologi. <br />
a. Ontologi<br />
Ontologi adalah ilmu tentang yang ada (the science of being). Maka merupakan persoalan filsafat yang paling tua karena dalam kehidupan manusia adalah dilahirkan dan berada dalam lingkungan yang ada pada sebelumnya tanpa campur tangan sedikitpun darinya dalam pengalaman kehidupan tidak ada yang ada secara sendiri, demikian juga halnya, tidak ada yang ada secara kebetulan kerena yang ada disebut kebetulan itu pada dasarnya ada oleh karena itu tidak ada yang ada yang mengadakan berada dalam satu ada. Dengan kata lain tidak ada pencipta dan ciptaan, sebab dan akibat menyatu dalam ada satu dan berada dalam ruang dan waktu yang satu pula. Pada prinsipnya ada dua yaitu ada yang menyebabkan dan ada yang diakibatkan. Dengan demikian Ontologi merupakan hakekat apa yang dikaji.<br />
Fungsi ontologi mencakup dalam diantaranya:<br />
1) asumsi dalam ilmu <br />
2) batas-batas penjelajahan ilmu<br />
3) metafisika<br />
4) peluang.<br />
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi. Yang tertua di antara segenap filsuf Barat yang kita kenal ialah orang yang Yunani yang bijak dan arif yang bernama Thales , atas perenungannya terhadap air yang merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajaran-ajarannya yang mengatakan bahwa air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu substansi belaka.<br />
Thales merupakan orang pertama yang mempunyai pendirian sangat berbeda di tengah-tengah pandangan umum yang berlaku saat itu. Bagi semua orang kecuali dia, waktu itu, segala sesuatu dipandang sebagaimana keadaannya yang wajar. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).<br />
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas, realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau kenyataan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.<br />
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: on = being dan logos = logic. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis O. Kattsoff dalam Elements of philosophy mengatakan, ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate substance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.<br />
Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. <br />
Sementara itu A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisonal ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. <br />
Sedangkan menurut Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang agama .<br />
<br />
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:<br />
1) Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, on/ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.<br />
2) Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/ konkret mapun rohani/ abstrak.<br />
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Cristian Wolf (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.<br />
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yyang secara khusus membicarakan Tuhan. Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:<br />
1) Monoisme<br />
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi maupun rohani. Tidak mungkin ada hakikat yang masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:<br />
a) Materialisme<br />
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme, dimana menurut paham ini bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan dengan salah satu cara tertentu.<br />
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales (624-370 SM), yang berpendapat bahwa unsur asal adalah air, Anaximander (585-528 SM) yang berpendapat bahwa udara merupakan unsur asal dari segala kehidupan, Demokritos (460-370 SM), yang berpendapat bahwa hakikat alam ini adalah atom-atom yang jumlahnya banyak. <br />
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:<br />
(1). Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan, yang dapat diraba, bisaanya dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.<br />
(2). Penemuan- penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini.<br />
(3). Dalam sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya ini memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah benda.<br />
b) Idealisme<br />
Aliran ini disebut juga dengan aliran spritualisme. Idealisme berarti serba cita, sdedang spritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruangan. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.<br />
Alasan aliran ini, yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :<br />
(1). Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangannya atau penjelmaan saja.<br />
(2). Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.<br />
Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada enegi itu. Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia adalah sebagai ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita dan cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut idealisme dan dapat juga disebut spritualisme. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Aristoteles (384-322 M) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu. Pada filsafat modern, pandangan ini mula-mula kelihatan pada Geoge Barkeley (1685-1753 M) yang menyatakan objek-objek fisis adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant (1724-1804 M), Fichte (1762-1814 M), Hegel (1770-1831 M) dan Schelling (1775-1854 M).<br />
2) Dualisme<br />
Aliran ini menyatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Kedua macam hakikat ini masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.<br />
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan). Di samping Descartes, ada juga Benedictus De Spinoza (1632-1677 M) dan Gitifried Von Leibniz (1646-1716 M). <br />
3) Pluralisme<br />
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empodeclos yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur yaitu: tanah, air, api dan udara. Sedangkan tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M).<br />
4) Nihilisme<br />
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada, sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Georgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh aliran ini adalah Friedich Nietzsche (1844-1900 M) .<br />
Aliran nihilis menganggap bahwa hakikat realitas trasendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serba kebetulan. Kekuatan terletak pada kecerdikan dalam suatu masyarakat sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia. <br />
5) Agnostisisme<br />
Paham ini menginginkan kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Agnosticisme berasal dari bahasa Grik, yaitu agnostos yang berarti unknown. A artinya not dan gno artinya know.<br />
Timbulnya aliran ini dikarenakan orang belum dapat mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang bediri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcenden.<br />
Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku yang umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Jean Paul Sartre (1905-1980 M), Martin Heidegger (1889-1976 M) menyatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Jadi dunia ini adalah bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika. dan Karl Jaspers (1883-1969 M) yang menyangkal suatu kenyataan yang trasenden. Yang mungkin itu hanyalah manusia berusaha mengatasi dirinya sendiri dengan membawakan dirinya yang belum sadar kepada kesadaran yang sejati, namun suatu yang mutlak (transcendent) itu tidak ada sama sekali.<br />
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnostisisme lebih dari itu karena menyerah sama sekali. <br />
b. Epistemologi<br />
Epistemologi ialah filsafat yang membicarakan mengenai hakekat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. <br />
Epistimologi adalah cara mendapatkan pengetahuan yang benar. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang sesuatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu, jadi ilmu bagian dari pengetahuan yang telah diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. <br />
Fungsi epistimologi menurut beberapa pandangan filosof diantaranya:<br />
1) Menurut teori Plato<br />
Epistimologi adalah pengetahuan yang berfungsi untuk mengingat kembali informasi-infortmasi yang telah lebih dulu diperoleh.<br />
2) Menurut Descartes <br />
Konsepsi pemikiran-pemikiran yang mirip dengan semuanya itu dan bersifat sangat jelas dalam akal manusia.<br />
3) Menurut John Locke (David Hume)<br />
Salah seorang empirisma lebih akurat dari pada yang lainnya di dalam menerapkan teori emperikal ia mendefinisikan bahwa kausalitas dalam artinya yang sebenarnya tidak mungkin diketahui oleh indra. <br />
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Kemunculan epistemologi dimulai sekitar abad ke-5 SM, di mana hal ini ditandai dengan munculnya keraguan terhadap adanya kemungkinan. Mereka yang meragukan akan kemampuan manusia mengetahui realitas adalah kaum sophis. Para sophis bertanya, seberapa jauh pengetahuan kita mengenai kodrat benar-benar merupakan kenyataan objektif? Seberapa jauh pula merupakan sumbangan subjektif manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan mengenai kodrat sebagaimana adanya? Sikap skeptis inilah yang mengawali munculnya epistemologi. <br />
Abdul Razak dalam bukunya menyatakan bahwa epitemologi merupakan paduan antara kata “episteme” dengan “logos” atau “logy”. Epiteme artinya pengetahuan (knowledge/ Bahasa Inggris) dan logos artinya “teori”. Jadi, epitemologi berarti teori pengetahuan atau bisaa dikenal dengan filsafat ilmu. Lebih lanjut juga disebutkan – mengutip Anthony Flew – bahwa epitemologi adalah sebuah cabang dari filsafat yang membicarakan tentang teori ilmu pengetahuan. Tema pokok epistemologi biasanya mengenai kebisaaan dan asal terjadinya pengetahuan, lapangan dan tuntutan kebenaran pengetahuan.<br />
Adapun Sidi Gazalba , menyatakan bahwa epistemologi adalah pengajian tentang asal, berlakunya dan hubungan pengetahuan dengan pengalaman manusia. Teori pengetahuan membicarakan segala sesuatu tentang pengetahuan. Apa itu pengetahuan? Dari mana asalnya? Apa sumbernya? Untuk apa pengetahuan itu? Apa gunanya? Apa nilalinya? Bagaimana membentuk pengetahuan yang tepat dan bagaimana pula membentuk pengetahuan yang benar? Apa itu kebenaran? Mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar? Apa yang dapat diketahui menusia dan sampai di mana batasannya?<br />
Dalam sejarah pemikiran, teori pengetahuan menjadi cabang atau sistem filsafat, yang membicarakan masalah-masalah tentang asal, sifat, berlaku atau benarnya dan kondisi pengetahuan. Semua masalah itu dengan aspek-aspeknya yang beragam dapat disarikan ke dalam dua masalah pokok, masalah sumber pengetahuan dan masalah berlaku atau benarnya pengetahuan. Pemikiran tentang masalah itu disebut oleh J.F. Farier dalam bukunya sebagai epistemologi. Semenjak itu istilah ini banyak terpakai, kata itu berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (pembicaraan atau ilmu). Epistemologi dipandang orang identik dengan teori pengetahuan. <br />
Beberapa Pemikiran tentang Teori Pengetahuan<br />
1) Francis Bacon <br />
Filsafat bacon mempunyai peran yang amat penting dalam metode induksi dan sistematisasi produser ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu memberi kekuasaan pada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon mengkritik filsafat Yunani yang menurutnya lebih menekankan perenungan dan akibatnya tidak mempunyai praktis bagi kehidupan manusia.<br />
Karena itu, usaha yang ia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu manusia meraih kehidupan yang lebih baik.<br />
2) John Locke <br />
John Locke adalah filosof yang amat berpengaruh setelah Renaisans Eropa, menjadikan teori pengetahuan sebagai pangkal tolak dan pusat diskusi filsafatnya. Ia menganggap keliru membicarakan metafisika sebelum menyelesaikan teori pengetahuan. Ia memandang masalah-masalah epistemologi harus mendahului masalah-masalah lain.<br />
Pemikir-pemikir Inggris setelah Locke, terutama Barkeley dan Hume, menyertai pendangan Locke. Kant, tokoh filsafat yang menonjol antara abad ke-17 sampai ke-19 mencurahkan pemikirannya yang bermutu pada teori pengetahuan dan dalam bidang itu besar pengaruhnya.<br />
Metode dalam Teori Pengetahuan<br />
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori penggetahuan, diantaranya adalah:<br />
1) Metode Induktif<br />
Induksi yatu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, suatu inferensi bisa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan universal. <br />
Proses penggunaan logikanya sendiri, selain secara filosofis, minimal menggunakan tujuh elemen, yatu: sistematis, koheren, rasional, radikal, komprehensif, universal dan metodis. Juga proses penalarannya berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus (kejadian-kejadiannya mempunyai karekteristik mirip dan seragam) dibuat generalisasi-generalisasi yang bersifat umum sehingga menghasilkan dan hukum atau teori tertentu. Dengan kata lain induksi ialah putusan-putusan khusus kepada putusan umum. <br />
2) Metode Deduktif<br />
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori yang lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. <br />
Proses penggunaan logikanya sendiri untuk dapat disebut sebagai berpikir secara filosofis minimal menggunakan tujuh elemen, yaitu sistematis, koheren, rasional, radikal, komprehensif, universal dan metodis. <br />
Sedangkan Sidi Gazalba, menyatakan bahwa deduksi adalah berpikir dari soal-soal abstrak kepada yang konkret, dari kaidah umum, kita mengambil kesimpulan khusus. Atau dari putusan umum, kita membentuk putusan khusus. Hal itu berlangsung dengan menerapkan kaidah atau putusan umum itu kepada barang atau peristiwa khusus atau konkret. <br />
3) Metode Positivisme<br />
Metode ini dikeluarkan oleh Auguste Comte (1798-1857 M). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan uraian/ persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dari segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja. <br />
4) Metode Kontemplatif<br />
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda, harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali.<br />
Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi yang atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan. <br />
Metode intiusi adalah metode kontemplasi (perenungan) yang intens dan mendalam. Dalam pendekatan (metode) intuisi orang menentukan pendapat mengenai sesuatu berdasarkan pengetahuan yang langsung atau di dapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang dipikirkan lebih dahulu. Tetapi dalam metode ini minimal ada dua kesulitan yang dalam menyampaikan kebenaran hasil kegiatan pendekatan intuisi. Pertama, dalam keadaan yang sama dan pola tertentu, untuk dapat memperoleh intuisi telah dilakukan oleh seseorang, tetapi belum tentu intuisi itu dapat diperoleh. Oleh sebab itu, metode intuisi sulit diandalkan. Kedua, intuisi dalam keadaan tertentu memberikan informasi kebenaran, tetapi kebenarannya tidak memberikan kepastian. Oleh sebab itu, apabila seseorang telah memperoleh intuisi, seyogianya dapat segera diuji kebenarannya secara ilmiah.<br />
Dalam peranannya sebagai penyumbang paradigma untuk memperkokoh landasan bagi peningkatan kualitas dan produktivitas keilmuwan, maka metode intuisi sangat dibutuhkan. Bahkan dalam skala maksimal, kebenanan hasil metode ini sangat membantu dalam menanggulangi dekadensi moral, dengan berbagai dampaknya yang sangat negatif. <br />
5) Metode Dialektis<br />
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. <br />
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub. <br />
c. Aksiologi<br />
Aksiologi (Nilai kegunaan ilmu)<br />
Pengetahuan indrawi dan pengetahuan rasional primer atau sekunder yang didapat mempertimbangkan prinsip-prinsip logika, adalah realitas-realitas yang sangat bernilai.<br />
Untuk lebih mengenal tujuan ilmu atau yang biasa disebut dengan aksiologi ilmu, akan diuraikan terlebih dahulu beberapa definisi dari aksiologi, diantaranya:<br />
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah "teori tentang nilai". <br />
2. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. <br />
3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral product, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosi-political life, yaitu kehidupan sosial politik.<br />
Fungsi aksiologi menurut beberapa pandangan filosof diantaranya:<br />
1) Menurut Descartes.<br />
Ia berpikir bahwa karena gagasan-gagasan saling berlawanan maka gagasan-gagasan itu merupakan ajang kesalahan. Sementara itu, persepsi indrawi pun sering menipu kerena itu ia pun tak diperhitungkan.<br />
2) Menurut John locke<br />
Diturunkan dari indrawi dan pengalaman indrawi:<br />
a) Pengetahuan intuitif (al marifah al-wijdaniyyah) yaitu pengatahuan yang dapat dicapai pikiran tanpa perlu mengakui sesuatu yang lain, seperti pengetahuan kita bahwa satu adalah separuh dua.<br />
b) Pengetahuan reklektif yaitu pengatahuan yang tidak mungkin didapat tanpa bantuan informasi sebelumnya, seperti pengetahuan kita, bahwa jumlahnya sudut-sudut sebuah segitiga adalah sama dengan dua sudut siku-siku.<br />
Aksiologi ialah ilmu penggetahuan yang meyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan . Aksiologi diartikan juga sebagai teori nilai yang berkaiatan dengan kegunaan dari pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah mempunyai tiga dasar yakni ontologi, epitemologi dan aksiologi. Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, di sini akan diuraikan beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya:<br />
1) Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi, aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’.<br />
2) Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.<br />
3) Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan value and valuation. Ada tiga bentuk value and valuation:<br />
(a). Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti, baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mancakupi berbagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas, merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai alat untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental atau menjadi baik atau sesuatu menjadi menarik, sebagai nilai inheren atau kebaikan seperti estetis dari sebauh karya seni, sebagai nilai instrinsik atau menjadi lebih baik dalam dirinya semndiri, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang memberikan kontribusi.<br />
(b). Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.<br />
(c). Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai. Menilai umumnya anonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa menghargai dan mengevaluasi.<br />
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.<br />
Makna ‘etika’ dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan ‘saya pernah belajar etika’. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia yang lain. Seperti ungkapan ‘ia bersifat etis atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak susila’.<br />
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. <br />
<br />
<b><br />
B.BAHASA<br />
C.ILMU BAHASA<br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB III PENUTUP<br />
DAFTAR PUSTAKA</b><br />
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-39420174881868162562009-11-24T16:46:00.000-08:002009-11-24T16:46:13.712-08:00BAHASA<b><br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b> BAB I PENDAHULUAN</b><br />
<b> BAB II PEMBAHASAN</b><br />
</div><b>A. ILMU<br />
B. BAHASA</b><br />
<br />
Berhubungan dengan keunggulan manusia atas makhluk yang lain dengan bahasa yang dimilikinya, para ilmuwan sepakat tentang hal tersebut. Namun mereka bersikap sebaliknya dalam memandang aspek awal – mula lahirnya bahasa. <br />
Bahasa adalah salah satu instrumen penting bagi kehidupan. Tanpa keberadaan bahasa manusia tidak akan bisa berkomunikasi, mengekspresikan pikirannya, perasaannya dan pendapatnya. Dengan bahasa, manusia bisa mewariskan pengetahuan tentang kebudayaannya dengan baik dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Fungsi bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi saja tetapi juga sebagai salah satu sifat khusus bagi keberlangsungan mahluk sosial. Oleh karena itu, bahasa akan terus berkembang selama masih terwujudnya interaksi sosial.<br />
<br />
<b>1. Hakikat Bahasa</b><br />
Untuk mengetahui bahasa yang sebenarnya, maka kita harus mengetahui defenisi bahasa terlebih dahulu. Para ahli bahasa tidak hanya menyepakati satu pengertian bahasa saja tetapi mereka berbeda-beda dalam mendefenisikannya. Setiap ilmuwan memandang bahasa dari segi ilmu yang mereka geluti.<br />
Bahasa didefinisikan dengan beragam pengertian, sebagian mengatakan bahasa adalah perkataan-perkataan yang diucapkan atau ditulis. Sebagian lagi mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia. Sekolompok lainya mengatakan bahwa bahasa kata benda, kata kerja dan kalimat-kalimat. Ada juga yang mendefinisikan bahasa hanya sebagai kumpulan kata-kata dan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan. <br />
Yang dimaksud bahasa atau dengan kata lain linguistic menurut Hasan Shadilly adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan . Tujuan utama adalah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Jadi kalau dilihat dari segi kamus kata linguistik (’ilmu lughoh) bermakna ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.<br />
Bahasa adalah kata atau lafadz yang digunakan oleh setiap orang (kaum) dalam menyampaikan maksud atau kehendak mereka. <br />
Bahasa adalah sistem manasuka (arbitrer) yang berupa simbol suara untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan antara anggota masyarakat dengan menggunakan bahasa yang sama. Menurut Taufiq Muhammad Syahin bahasa adalah suatu yang terbersit dalam kehidupan manusia. <br />
Kata linguistic (’ilmu lughoh) berasal dari kata bahasa latin lingua yang bermakna bahasa, dan dalam bahasa Perancis berpadanan dengan kata langue, language¸ dalam bahasa Italia berpadanan dengan lingua, dalam bahasa Arab berpadanan dengan lughoh.<br />
Mengetahui esensi bahasa, sama dengan mengetahui definisi bahasa itu sendiri. Banyak para pakar memberikan definisi tentang bahasa. Diantaranya Ronald Wardhaugh dalam Al-Wasilah mendefinisikan bahasa sebagai :<br />
A sistem of arbitrer vocal symbols used for human communication (bahasa adalah sebuah sistem secara simbol vokal arbitrer yang digunakan untuk berkomunikasi manusia).<br />
Al-Khuly memberikan definisi , yaitu sebagai berikut :<br />
اللغة نظام اعتباطي لرموز صوتية تستخدم لتبادل الافكاروالمشاعربين اعضاء جماعة لغوية متجانسة<br />
Menurutnya, bahasa adalah sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, bersifat unik, bervariasi, bersifat dinamis, berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan merupakan identitas penuturnya.<br />
Unsur-unsur balaghah adalah kalimat, makna, dan susunan kalimat yang memberikan kekuatan, pengaruh dalam jiwa, dan keindahan, juga kejelian dalam memilih kata-kata dan uslub sesuai dengan tempat bicaranya, waktunya, tempatnya, kondisi para pendengarnya, dan emosional yang dapat mempengaruhi dan menguasai mereka .<br />
<br />
<b>2. Fungsi Bahasa</b><br />
Seperti yang telah kita ketahui bahwa bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Salah satunya yaitu sebagai sarana komunikasi antara individu dan masyarakat, dari generasi ke generasi. Dengan berkomunikasi, maka manusia akan mengungkapkan apa yang diinginkan dan diperlukannya, selain itu juga fungsi bahasa ialah untuk mengungkapkan perasaan, pemikiran dan pendapat dan apa yang terbersit dalam dirinya.<br />
Fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar, yang disebut expression, information, exploration, persuasion, dan entertainment.<br />
Allah SWT. memberikan fitrah pada setiap manusia untuk saling berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Ini merupakan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Salah satunya yaitu sebagai sarana komunikasi antara individu dan masyarakat dari generasi ke generasi. Dengan berkomunikasi, maka manusia akan mengungkapkan apa yang diinginkan dan diperlukannya. Maka bahasa adalah media komunikasi antara individu dan masyarakat. <br />
"Seseorang adalah mahir dalam suatu bahasa apabila ia berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa itu menurut kaidah-kaidahnya tanpa kejanggalan dan kesalahan. Suatu sekolah adalah berhasil dalam pengajaran bahasa, apabila para alumninya semua atau sebagian besar seperti itu". <br />
Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa bahasa adalah media kemasyarakatan, alat pergaulan antara individu dengan yang lainnya, dan sebagai media untuk bertukar pikiran di dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa berinteraksi dan tolong menolong antara sesama. Hal ini diperkuat oleh pendapat Emil Badi’ Ya’qub bahwa fungsi bahasa yaitu, diantaranya:<br />
<ul><li>Alat komunikasi</li>
<li>Untuk mempermudah menyampaikan ide yang ada dalam pikiran</li>
<li>Salah satu alat pemersatu bangsa.</li>
</ul><br />
<b>C. ILMU BAHASA<br />
</b><br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB III PENUTUP</b><br />
<b>DAFTAR PUSTAKA</b><br />
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-18462130892388101922009-11-24T16:38:00.000-08:002009-11-24T16:38:33.999-08:00ILMU BAHASA<b>C. ILMU BAHASA</b><br />
<br />
<b>1. Sejarah Perkembangan Ilmu Bahasa</b><br />
Ilmu bahasa yang dipelajari saat ini bermula dari penelitian tentang bahasa sejak zaman Yunani (abad 6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern.<br />
<br />
<b>a. Tata Bahasa Tradisional </b><br />
Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.<br />
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.<br />
Pada awal abad 3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoic, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut "tata bahasa tradisional" atau " tata bahasa Yunani", penamaan itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.<br />
Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad 2 SM) merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoic. Di samping itu sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.<br />
Pengaruh tata bahasa Yunani sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi, karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh sampai ke abad pertengahan.<br />
Selama abad 13-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin atas dasar tata bahasa yang disusun oleh Donatus. <br />
Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan, dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian "bahasa yang baik", yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian "bahasa yang baik" ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat "merusak" bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.<br />
Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad 5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria. <br />
Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bemama Panini (abad 4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda. <br />
Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang nonRoman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.<br />
<br />
<b>b. Linguistik Modern </b><br />
<i>1) Linguistik Abad 19</i><br />
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa Proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.<br />
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar bahasa berdasarkan metode komparatif.<br />
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:<br />
<blockquote>a) Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.<br />
b) Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.<br />
c) Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.<br />
d) Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.<br />
e) Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.<br />
f) Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.<br />
g) Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.<br />
h) Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.<br />
i) Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.<br />
j) Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.<br />
k) Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.<br />
l) Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan<br />
m) Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.<br />
</blockquote>Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:<br />
a) Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.<br />
b) Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.<br />
c) Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.<br />
<br />
<i>2) Linguistik Abad 20</i><br />
Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia). Ciri-cirinya:<br />
<blockquote>a) Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.<br />
b) Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.<br />
c) Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.<br />
d) Penelitian teoretis sangat berkembang.<br />
e) Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antar disiplin juga berkembang.<br />
f) Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis.<br />
</blockquote>2. Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa<br />
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.<br />
<b>a. Fonetik </b><br />
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.<br />
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.<br />
<b>b. Fonologi </b><br />
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.<br />
c. Morfologi<br />
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.<br />
d. Sintaksis <br />
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.<br />
e. Semantik <br />
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/ benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai. <br />
f. Pengajaran Bahasa<br />
Ahli bahasa adalah guru dan/ atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama. <br />
g. Leksikografi<br />
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.<br />
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada di pasaran.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-23748441608408176572009-11-24T16:29:00.001-08:002009-11-24T16:29:57.699-08:00BAB III PENUTUPBerbicara tentang dasar-dasar ilmu dalam perspektif filsafat – yang didalamnya membahas tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi – merupakan pembahasan yang panjang dan membutuhkan diskursus-diskursus yang intens, selain tentunya juga menyinggung tokoh-tokoh yang terlibat dalam pergumulan pemikiran yang telah memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.<br />
Namun pada saat ini masih ada pendikotomian antara ilmu-ilmu agama versus ilmu umum, ilmu dunia dan ilmu akhirat, dan sejenisnya. Oleh karena itu diperlukan pendekatan holistik untuk mengintegrasikan kembali kedua jenis ilmu ini.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4306005117534410465.post-56118663047784236342009-11-24T16:25:00.000-08:002009-11-24T16:25:35.878-08:00DAFTAR PUSTAKAA.Chaedar Alwasilah. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.<br />
<br />
Abdul Razak. 2001. Cara Memahami Islam: Metodologi Studi Islam. Bandung: Gema Media Pusakatama.<br />
<br />
Abdul Razak & Rosihon Anwar. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.<br />
<br />
Ahmad Izzan, 2005. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora.<br />
<br />
Ali Audah, 1997. Konkordasi Qur′ān. Bandung: Mizan. <br />
<br />
Ali al-Jarim dan Musthafa Usman. 1994. Al-Balaaghatul Wadhihah. Bandung: Sinar Baru.<br />
<br />
Amsal Bakhtiar. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.<br />
<br />
Burhanuddin Salam. 1997. Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan cet. ke-1. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Departemen Agama RI. 1411 H. al-Qur′ān dan Terjemahnya. Madīnah Munawarah: Khadim al-Haramain asy-Syarifain.<br />
<br />
John M. Echols dan Hasan Shadily. 1997. Kamus Inggris-Indonesia, cet.XXIV. Jakarta: PT.Gramedia. <br />
<br />
Jujun S. Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer Cet.X. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.<br />
<br />
Louis O Katsoff. 1992. Pengantar Filsafat, terj. Seojono Seomargono. Yogyakarta: Tiara Wacana.<br />
<br />
Dr. Mulyadhi Kartanegara. 2005. Integrasi Ilmu. Bandung: PT. Mizan Pustaka.<br />
<br />
Muhammad Ali Al-Khuli. 1982. Asaaliib Tadris Al Lughah Al Arabiyyah. Riyadh.<br />
<br />
Prof. Dr. Musa Asy'arie. 2002. Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berpikir.<br />
<br />
Mushthofa Al Ghulayaini. Jami’ Al Durus Al Arabiyah. Beirut: Maktabatul Al Ashriyah.<br />
<br />
Sidi Gazalba. 1991. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.<br />
<br />
Taufiq Muhammad Syahin. 1993. ‘Awamil Tanmiyatu Al Lughah Al Arabiyah. Maktabah Wahbah.Unknownnoreply@blogger.com0